Kamis, 23 Oktober 2014

Motor Yang Cocok Dijadikan Caferacer

Kadang bikers masih bingung mencari basis sepeda motor untuk dimodifikasi gaya cafe racer. Padahal, menurut para builder kondang, semua jenis motor bisa dimodifikasi menjadi cafe racer. Yang perlu dipertimbangkan hanyalah selera dan kreativitas yang ingin dituangkan.
“Semua jenis dan tipe sepeda motor sebenarnya bisa dimodifikasi ala cafe racer,  Jack! Tergantung sang modifikatornya, bisa atau tidak membuatnya,” kata dedengkot builder asal Jogja, Lulut Wahyudi. “Misalkan Oom Jack punya motor RX King, mau dibuat ala kafe racer juga bisa, kok,” lanjutnya.
Meski begitu, Lulut mengarisbawahi bahwa ada model-model tertentu yang lebih mudah untuk diimplementasi menjadi cafe racer, termasuk motor-motor baru yang saat ini banyak dijual di Indonesia. Nah, apa saja motor yang cocok dijadikan dasar modifikasi cafe racer, ini urutannya



1. Harley-Davidson Sportster
H-D Sportster dinilai Lulut sebagai motor paling pas untuk dijadikan dasar modifikasi cafe racer. Katanya, dalam berbagai aspek motor AS ini sangat mendukung. Rangka, bodi dasar, serta mesin sangat serasi dengan platform cafe racer. Memang hanya segelintir bikers yang bisa melakukan hal tersebut. Pasalnya, selain harga dasar motor yang sangat tinggi (sekitar Rp 200 juta), tak banyak builder di Tanah Air yang pernah membuat cafe racer berbasis Sportster. Padahal, untuk sebuah cafe racer berbasis Sportster harga jualnya bisa jadi selangit. Dan ingat, biaya untuk memodifikasi Sportster juga tidak murah.


2. Honda CB650
Banyak bikers bermimpi bisa memiliki cafe racer dengan basis Honda CB650. Sungguh motor ini sangat sempurna dijadikan cafe racer. Lihat lah sumbu roda pendek dan mesinnya yang kokoh. Itu jaminan pertama untuk hasil yang ciamik. Belum lagi kerangka dan knalpot ganda yang sangat mungkin untuk diperindah. Lihat pula model tangki bensinnya yang menyerupai H-D Sportster. Ehmmm… Bisa dibayangkan betapa indahnya CB650 bila diberi setang lebar dan jok independen. Sayangnya, harga bekas motor ini tidak murah. Namun bila sudah jadi cafe racer harganya bisa tembus di atas Rp 80 juta, Jack!


3. Kawasaki Ninja 250R
Jangan dikira motor sport full fairing tidak bisa berubah jadi cafe racer. Bung Lulut sendiri sudah mengakui bahwa Kawasaki Ninja 250R punya modal pas buat jadi cafe racer. Justru banyak keuntungan bila kita memilih Ninja 250R. Pertama, kalian bisa beli Ninja bekas tahun 2012 yang berharga sekitar Rp 40 juta. Atau, kalau perlu cari yang produksi tahun-tahun awal biar lebih murah. Namun untuk mengubah Ninja 250R jadi cafe racer dituntut kemahiran dan kejelian sang builder. Pasalnya, rangka Ninja harus diubah terlebih dahulu. Bila hasil modifikasi sempurna bukan mustahil Ninja Cafe Racer bisa ditawar sekitar Rp 80 juta.

Selain ketiga jenis motor tersebut, masih banyak yang cocok dijadikan Caferacer asalkan ada 2 faktor menurut Kang Maman harus terpenuhi, yaitu : ukuran engine yang besar dan yang punya knalpot lebih dari satu, pokoknya klo kedua unsur itu terpenuhi di motor bro semua, dijamin mantap deh dibikin CAFERACER.....!!!









Cafe Racer


Sebenernya sejarah cafe racer ada dalam beberapa versi. Tapi ane pilih sumber yg ini soalnya paling enak dibacanya, mudah dipahami dan diurut berdasar timeline.
sebelumnya, maaf kalo hasil terjemahannya buruk dan ada yang ngaco. Maklum skill bahasa inggrisnya ane masih pas-pasan

Apa itu café racer? Singkatnya, café racer adalah gaya aliran motor yang dipopulerkan di london pada tahun 50-an dimana para biker mengiginkan motor yang cepat dan spesial untuk berkendara (balap) dari café-ke café. Yang berarti menggunakan cafe sebagai titik start dan finishnya. Aksesorisnya termasuk clubman bars ataupun stang jepit untuk handling yang akurat sampai fairing kecil atau windscreen.



CAFE RACER HISTORY
Bagaimana cafe-cafe di jalanan Inggris bisa menjadi pusat sebuah subkultur sepeda motor? Mengapa restoran- restoran dan kedai- kedai kecil dan sepi yang tadinya cuma menyajikan makanan ringan berubah jadi tempat ngumpul Rockers dan pacarnya? Dari mana asal nama cafe racer? Dan apa itu Rocker?
Untuk menjelaskan semua ini, saya akan jelaskan 2 hal secara terpisah: Sistem jalanan di Inggris dan kebangkitan youth culture.

Pertama, kita kembali ke tahun-tahun setelah PD I. Inggris telah melewati perang dan suasana kembali normal. Saat itu jalur lalu lintas di Inggris lebih banyak diisi oleh mobil dan sepeda motor. “Kereta tanpa kuda dan sepeda bermesin” tidak lagi dianggap tren baru semata. Dengan naiknya angka lalu lintas maka diciptakan sistem jalan baru di Inggris. Jalan-jalan lama tidak sanggup lagi menampung jumlah mobil dan sepeda motor yang terus meningkat akhirnya di-upgrade dan ditambahkan jalan-jalan baru.

Dengan kembali normalnya industri di Inggris, bisnis pengangkutan dan transportasi tumbuh dengan pesat bersama jalan-jalan baru yang disebut motorways. Bersama industri ini, bermunculanlah cafe-cafe , SPBU, dan tempat-tempat istirahat di sisi jalan yang dikunjungi oleh supir truk dan motoris yang ingin rehat sejenak dalam perjalanannya.

Motorways baru ini membuat para pengantar barang keluar dari jalan-jalan utama dan melintasi Inggris ke kota-kota seperti Manchester dan Birmingham di utara. Motorways di masa ini tidak bisa dibandingkan dengan jalan raya seperti di jaman sekarang. Bentuknya kecil dan sempit, sebagian malah hanya jalan tanah atau jalan setapak yang diperlebar dan diratakan lalu dipasangi rambu-rambu. Tikungan tajam, lajur yang sempit, dan kumpulan ternak yang menyebrang begitu saja, membuat rute-rute ini tidak memungkinkan dilalui dengan kecepatan tinggi. Selain itu, kendaraan pada masa ini juga masih termasuk primitif dibandingkan dengan angkutan jaman sekarang. Beberapa truk kecil hanya dapat melaju dengan kecepatan maksimum 30 mph. Jadi wajar jika para pekerja angkut ini sering berhenti dalam perjalanan mereka. Setiap beberapa mil sepanjang rute yang ditempuh biasanya banyak ditemui tempat pemberhentian. Sebagian besar tempat pemberhentian tersebut merupakan persimpangan menuju kota dan desa yang lebih kecil. Hampir tiap pemberhentian seperti ini dapat ditemukan sebuah café.

Selama bertahun-tahun cafe-cafe dan restaurant ini hanya buka siang hari selama jam kerja. Mereka melayani pengunjung-pengunjung dengan makanan hangat dan secangkir teh panas. Beberapa pemilik café mungkin saja mengulur waktu tutupnya satu atau dua jam untuk mendapatkan pelanggan lebih, tapi tidak ada maksud untuk menjadikannya pusat sosial atau tempat nongkrong. Cafe-café ini hanya sekedar tempat istirahat yang sederhana sepanjang sistem jalan raya baru Inggris.

Faktor penting berikutnya dalam munculnya Cafe racer dan Rocker yaitu bangkitnya Youth Culture, walaupun sebelum PD II, pemahaman mengenai konsep ini masih lemah. Di awal tahun ‘30an, Inggris keluar dari krisis dan para pemudanya telah bekerja kembali. Dengan pekerjaan yang layak, para pemuda ini memiliki uang lebih. Ditambah dengan cukup tingginya angka suplai motor tua, maka hasilnya: dalam waktu singkat para pemuda memenuhi jalanan dengan sepeda motornya. Sebagian sekedar jalan-jalan sore bersama pacarnya, yang lainnya hanya sebatas ingin berkendara dengan tujuan rekreasional.

Seiring bangkitnya Inggris pasca perang, lusinan perusahaan menawarkan berbagai jenis sepeda motor dan part-part-nya. Maka balap motor pun kembali populer. Tidak puas dengan motor standar, maka para pemuda ini mengganti part-partnya dengan yang lebih advance, yang mereka lihat di event-event balap. Bahkan sebagian dari mereka membuat special home made part.



Namun semua ini mendadak terhenti di akhir tahun 30-an, para pemuda ini harus melepas jaket kulitnya dan mengenakan seragam tentara seiring dengan berperangnya Inggris melawan Jerman. Selama PD II pemerintah Inggris mengambil kendali industri sepeda motor untuk kebutuhan perang. Dengan berakhirnya produksi sepeda motor, maka dunia balap dan penggemar sepeda motor pun turut padam. Setelah perang berakhir, dibutuhkan 7 atau delapan tahun untuk kehidupan rakyat Inggris menjadi normal kembali, namun semuanya tak sama lagi seperti sebelumnya.



Beberapa hal terjadi pada awal 50-an dimana semuanya berpadu membangkitkan lagi era cafe racer. Para pemuda di Inggris kembali bekerja dan mempunyai uang lebih. Industri sepeda motor Inggris pun mencapai masa jayanya, dengan banyak dibuatnya sepeda motor hebat seperti Norton Dominator, BSA Gold Star, Triumph Tiger 110 dan Velocette Venom. Sepeda motor ini bukan hanya banyak digunakan dalam balapan di seluruh Inggris, tapi juga banyak dijual di dealer setiap kota. Dan jika anda tidak bisa memperoleh model yang anda sukai, anda bisa mengganti tangki dan spakbornya dan membuatnya lebih oke dengan aksesoris yang anda lihat di The Isle of Man TT atau Silverstone. Dengan berakhirnya perang, maka pemuda dan sepeda motor kembali bergabung.

Mungkin yang menjadi faktor utama dalam terbentuknya kultur Cafe racer atau Rocker adalah booming-nya Youth Culture dan ‘anti-heros’ barunya pada tahun '50-an. Pada saat itu sedang gencarnya vokal Eddie Cochran, Elvis Presley dan Gene Vincent mengalun di radio-radio. Rock-n-Roll telah menjadi ancaman baru bagi masyarakat. Marlon Brando dan rebels lainnya menyemarakkan layar perak dengan jaket kulitnya. Dalam waktu singkat, semua ini membuat sepeda motor dengan lifestyle-nya yang khas dipandang 'keren', dan tentu saja angka penjualannya jadi meningkat. Kemudian barang-barang seperti stang jepit, tangki fiber, bodi belakang, dan knalpot swept-back menjadi perlengkapan standar bagi rider, dan bagi supplier barang-barang tersebut menjadi bisnis besar.

Setelah booming Youth Culture, tetap belum ada tempat yang benar-benar mereka pakai untuk kongkow sampai mereka menemukan cafe-cafe di tempat perhentian tersebut sangat cocok. Maka kemudian cafe-cafe sepanjang North and South Circular road buka lebih lama untuk mengakomodasi para motoris dan pacarnya ini. Cafe-cafe ini menjadi pusat sosial dari budaya baru ini. Kelompok yang sering datang ke sebuah café akan menjadikannya tempat kongkow permanen. Kadang antar kelompok ini balapan dari satu café ke café lain dengan kecepatan diatas 100 mph (karenanya muncul istilah ‘ton-up’ . Kegiatan tersebut, terlebih dilakukan saat tengah malam ditambah dengan kesan nakal dari jaket kulit, nampaknya memberikan para pemuda ini reputasi buruk di mata Pers Inggris, polisi dan bahkan –lucunya- Industri sepeda motor Inggris. Dan dari itu semua, sebuah Youth Culture baru telah lahir: The Rocker.